FATA 2013

Kamis, 30 Mei 2013

Memilih Takdir



Manusia diciptakan dengan takdirnya sendiri. Namun manusia mempunyai pilihan untuk merubah takdirnya.  Tidak percaya? Bahkan ketika Abu Bakar membatalkan keperiannya ke suatu daerah yang sedang terjangkit penyakit kusta dia mengatakan “Aku bukan menolak takdir Allah, namun aku berpindah dari satu takdir ke takdir yang lain”. Memang begitu seharusnya, manusia harus mengusahakan takdirnya sendiri. Berusaha, dan biarkan Sang Pencipta yang menentukan. Memang ada beberapa takdir yang tidak bisa kita  rubah, karena itu sudah sebuah ketetapan.


Manusia ada yang ditakdirkan, lahir dari keluarga yang kaya raya, warisan melimpah tujuh turunan. Atau ada manusia yang dilahirkan dari keluarga biasa-biasa saja namun berusaha untuk merubah takdirnya. Ada juga manusia yang dilahirkan dari keluarga yang miskin dan tak mau merubah takdirnya.

Kisah seorang nenek tua yang sejak muda merantau ke Jakarta. Semula beliau datang ke Jakarta untuk merubah takdirnya. Bekerja keras demi memenuhi kebutuhan. Hingga di usia yang sudah renta dia masih saja berjualan buah keliling Jakarta yang aduhai panasnya. Berbeda dengan kebanyakan orang selalu bercita-cita ketika masa tua akan mempunyai rumah di daerah desa yang sejuk dan kegiata sehari-hari adalah bercocok tanam, bukan untuk menyambung hidup tapi untuk kesenangan dan kesibukan. Namun cita-cita itu bukan untuk nenek tua yang kutemui di pinggir jalan tersebut.

Ketika itu sinar matahari begitu sangat panas. Macet. Emosi beranjak naik, dan aku lihat seorang nenek melintas di depanku. Menggendong beberapa bungkus jeruk dan pisang. Spontan aku tepuk teman di sebelahku. Wanita tua, yang lebih pantas untuk dipanggil nenek, eyang, ataupun mbah putri. Keliling menjajakan buah-buah yang sebenarnya sudah tidak lagi segar. Terlihat kelelahan di wajahnya, peluh yang bercucuran dan nafas yang terengah-engah. namun senyum sumringah nenek menghilangkan semua kesan kelelahan tersebut. Di usianya yang senja dan dengan fisik yang –maaf- sedikit bungkuk, maka sebenarnya si nenek bisa saja duduk di perempatan jalan dan menaruh satu kaleng di depannya, sudah dipastikan banyak yang akan bersimpatik. Namun rumus itu tidak pernah dia lakukan. Sepertinya “harga diri” masih dia jaga dengan baik.

Hanya sebungkus jeruk dan pisang yang kami beli. Entah kenapa akhirnya jeruk dan pisang itu manis terasa. Karena jeruk dan pisang itu sangat bernilai. Bukan karena harganya mahal, namun karena perjuangan si penjual buah tersebut.

Manusia harus berusaha merubah takdirnya sendiri. Tak peduli apakah memang takdirnya akan berubah menjadi lebih baik ataukah sama saja. Bagaimanapun Allah akan melihat perjuangan-perjuangan hamba-Nya.


# Pagi sambil nunggu antri mandi

Karya : Ebti Uji Rahayu

7 komentar:

  1. Mba Ebti Terima Kasih atas tulisanya, smoga Mba Ebti mau aktif di Blog Fata ini..... Kami tunggu kiriman tulisannya yach.

    BalasHapus
  2. Terharu ngebaca tulisan mbak Ebti...
    Benar sahabatku..takdir kita sdh ditntukan oleh Allah SWT.. Tapi kita juga dituntut untuk berikhtiar, guna metubah takdir tsb. Dan perubahan yg kita inginkan itu, ada di tangan kita sendiri..kita mau jadi siapa..kita mau kemana ...??

    BalasHapus
  3. Salam sukses untuk kita semua...wsslm

    BalasHapus
  4. Terima Kasih Pak Ristion Piliang yang menyempatkan waktunya untuk membuka blog fata2013 ini dan berkomentar.
    Untuk Team Fata2013 ini alamat email : komunitasfata2@gmail.com jika ingin berpatisipasi menyumbangkan tulisannya untuk konten Blog Fata2013 ini, Tks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kmbali atas komentnya.. Saya mau tanya, blog kita ini siapa adminnya ya..?
      Bagaimana dengan teman2 yang lain.. koq belum eksis di blog ini.. ?

      Hapus
    2. Maaf pak terlambat kebetulan saya Bpk Candra, kalau Bpk Ristion mau berpatisipasi bpk. bisa kirim ke alamat email : komunitasfata2@gmail.com nanti saya upload ke blog fata2013
      terima kasih.

      Hapus