Manusia diciptakan dengan takdirnya sendiri. Namun manusia
mempunyai pilihan untuk merubah takdirnya.
Tidak percaya? Bahkan ketika Abu Bakar membatalkan keperiannya ke suatu
daerah yang sedang terjangkit penyakit kusta dia mengatakan “Aku bukan menolak
takdir Allah, namun aku berpindah dari satu takdir ke takdir yang lain”. Memang
begitu seharusnya, manusia harus mengusahakan takdirnya sendiri. Berusaha, dan
biarkan Sang Pencipta yang menentukan. Memang ada beberapa takdir yang tidak
bisa kita rubah, karena itu sudah sebuah
ketetapan.
Manusia ada yang ditakdirkan, lahir dari keluarga yang kaya
raya, warisan melimpah tujuh turunan. Atau ada manusia yang dilahirkan dari
keluarga biasa-biasa saja namun berusaha untuk merubah takdirnya. Ada juga
manusia yang dilahirkan dari keluarga yang miskin dan tak mau merubah
takdirnya.
Kisah seorang nenek tua yang sejak muda merantau ke Jakarta.
Semula beliau datang ke Jakarta untuk merubah takdirnya. Bekerja keras demi
memenuhi kebutuhan. Hingga di usia yang sudah renta dia masih saja berjualan
buah keliling Jakarta yang aduhai panasnya. Berbeda dengan kebanyakan orang
selalu bercita-cita ketika masa tua akan mempunyai rumah di daerah desa yang
sejuk dan kegiata sehari-hari adalah bercocok tanam, bukan untuk menyambung
hidup tapi untuk kesenangan dan kesibukan. Namun cita-cita itu bukan untuk
nenek tua yang kutemui di pinggir jalan tersebut.
Ketika itu sinar matahari begitu sangat panas. Macet. Emosi
beranjak naik, dan aku lihat seorang nenek melintas di depanku. Menggendong
beberapa bungkus jeruk dan pisang. Spontan aku tepuk teman di sebelahku. Wanita
tua, yang lebih pantas untuk dipanggil nenek, eyang, ataupun mbah putri.
Keliling menjajakan buah-buah yang sebenarnya sudah tidak lagi segar. Terlihat
kelelahan di wajahnya, peluh yang bercucuran dan nafas yang terengah-engah.
namun senyum sumringah nenek menghilangkan semua kesan kelelahan tersebut. Di
usianya yang senja dan dengan fisik yang –maaf- sedikit bungkuk, maka
sebenarnya si nenek bisa saja duduk di perempatan jalan dan menaruh satu kaleng
di depannya, sudah dipastikan banyak yang akan bersimpatik. Namun rumus itu
tidak pernah dia lakukan. Sepertinya “harga diri” masih dia jaga dengan baik.
Hanya sebungkus jeruk dan pisang yang kami beli. Entah
kenapa akhirnya jeruk dan pisang itu manis terasa. Karena jeruk dan pisang itu
sangat bernilai. Bukan karena harganya mahal, namun karena perjuangan si
penjual buah tersebut.
Manusia harus berusaha merubah takdirnya sendiri. Tak peduli
apakah memang takdirnya akan berubah menjadi lebih baik ataukah sama saja.
Bagaimanapun Allah akan melihat perjuangan-perjuangan hamba-Nya.
# Pagi sambil nunggu antri mandi
Karya : Ebti Uji Rahayu
Mba Ebti Terima Kasih atas tulisanya, smoga Mba Ebti mau aktif di Blog Fata ini..... Kami tunggu kiriman tulisannya yach.
BalasHapusklo mau ngirim tulisan di kirim ke mana?
HapusTerharu ngebaca tulisan mbak Ebti...
BalasHapusBenar sahabatku..takdir kita sdh ditntukan oleh Allah SWT.. Tapi kita juga dituntut untuk berikhtiar, guna metubah takdir tsb. Dan perubahan yg kita inginkan itu, ada di tangan kita sendiri..kita mau jadi siapa..kita mau kemana ...??
Salam sukses untuk kita semua...wsslm
BalasHapusTerima Kasih Pak Ristion Piliang yang menyempatkan waktunya untuk membuka blog fata2013 ini dan berkomentar.
BalasHapusUntuk Team Fata2013 ini alamat email : komunitasfata2@gmail.com jika ingin berpatisipasi menyumbangkan tulisannya untuk konten Blog Fata2013 ini, Tks.
Terima kasih kmbali atas komentnya.. Saya mau tanya, blog kita ini siapa adminnya ya..?
HapusBagaimana dengan teman2 yang lain.. koq belum eksis di blog ini.. ?
Maaf pak terlambat kebetulan saya Bpk Candra, kalau Bpk Ristion mau berpatisipasi bpk. bisa kirim ke alamat email : komunitasfata2@gmail.com nanti saya upload ke blog fata2013
Hapusterima kasih.